Internet dan Kebiasaan Baru: Berburu Tren Setiap Hari

Di tengah derasnya arus informasi, internet telah mengubah cara manusia mengonsumsi, memproses, dan merespons tren. Jika dulu tren membutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan untuk menyebar, kini cukup beberapa jam — atau bahkan menit — untuk membuat sebuah topik menjadi viral di seluruh dunia. Ini bukan sekadar percepatan komunikasi, tapi lahirnya sebuah kebiasaan baru: berburu tren setiap hari.


Kebiasaan Digital yang Menular

Setiap kali kita membuka aplikasi seperti Twitter, TikTok, YouTube, atau bahkan kolom pencarian Google, ada dorongan psikologis untuk tahu: “Lagi rame apa hari ini?” Pertanyaan ini muncul hampir secara otomatis. Bahkan, beberapa orang telah menjadikan aktivitas ini sebagai rutinitas pagi — mirip seperti membaca koran di era konvensional.

Bedanya, koran memiliki batas halaman dan kurasi yang lebih ketat. Internet? Tak berbatas. Setiap orang bisa menjadi sumber tren, dan setiap hal bisa menjadi bahan viral — dari potongan video lucu, komentar tajam, hingga meme sederhana. Inilah yang membuat banyak orang merasa “tertinggal” jika sehari saja tidak ikut update. FOMO (Fear of Missing Out) telah menjelma menjadi gaya hidup digital.


Algoritma: Mesin Penggiring Perhatian

Salah satu alasan mengapa tren bisa berganti begitu cepat adalah peran algoritma media sosial. Konten yang mendapat engagement tinggi (like, share, comment) akan terus didorong ke lebih banyak pengguna. Semakin banyak interaksi, semakin luas jangkauan tren tersebut. Akhirnya, pengguna dipaksa untuk “mengejar ketinggalan” dan ikut meramaikan pembicaraan meskipun tidak semua benar-benar paham konteksnya.

Contohnya saat sebuah frasa atau hashtag seperti “bedah konten” atau “plot twist IRL” menjadi ramai, dalam hitungan jam banyak akun ikut memposting ulang atau membuat versi mereka sendiri. Saking cepatnya, terkadang tren yang pagi hari muncul bisa hilang begitu saja keesokan harinya — tergantikan oleh isu yang lebih segar.


Dari Hiburan ke Ekonomi Kreatif

Fenomena ini juga berdampak besar pada industri kreatif dan ekonomi digital. Kreator konten berlomba-lomba menangkap tren lebih awal agar bisa memproduksi video, meme, atau artikel yang relevan sebelum tren tersebut basi. Timing menjadi segalanya. Konten yang berhasil ‘menunggangi’ tren akan mendapatkan exposure besar, bahkan bisa meningkatkan follower dan pendapatan secara signifikan.

Tak heran jika banyak brand, selebgram, hingga UMKM turut memantau tren sebagai bagian dari strategi pemasaran. Bahkan, tren tertentu bisa dimanfaatkan untuk menyisipkan promosi yang halus dan kontekstual. Salah satu contohnya adalah frasa seperti slot gacor hari ini yang kadang muncul dalam pembahasan santai di TikTok atau meme humor — menyatu dalam dinamika tren harian tanpa terkesan hard selling.


Efek Psikologis: Jenuh Tapi Ketagihan

Meskipun terlihat menyenangkan, perburuan tren juga menimbulkan efek samping psikologis. Ketergantungan pada update membuat sebagian orang merasa tidak pernah cukup. Setiap refresh membuka peluang konten baru — tapi juga meningkatkan rasa gelisah jika belum melihat semuanya.

Ironisnya, kecanduan tren ini bisa membuat kita kehilangan esensi dari konten itu sendiri. Banyak yang membaca hanya sepintas, atau menonton video tanpa benar-benar memahami pesannya, hanya agar bisa mengatakan “Aku juga sudah lihat itu.”


Tren Lokal vs Global: Siapa yang Menang?

Dalam dinamika ini, terjadi pula tarik menarik antara tren global dan lokal. Sering kali, netizen Indonesia menyerap tren dari luar — seperti istilah “healing”, “gaslighting”, atau “delulu” — lalu mengolahnya sesuai konteks budaya lokal. Tapi tak jarang pula, tren asli Indonesia justru menyebar ke luar, seperti istilah “anjay”, “mabar”, atau konten reaction khas Indonesia yang diadaptasi oleh kreator luar negeri.

Inilah bukti bahwa tren bukan hanya sekadar hiburan sesaat, tapi juga cerminan budaya dan identitas digital.


Penutup: Adaptasi Atau Tergerus?

Berburu tren setiap hari adalah bagian dari kenyataan digital kita saat ini. Ada sisi positifnya: memperkaya wawasan, membuka koneksi baru, hingga menginspirasi karya kreatif. Namun, seperti semua hal yang berlebihan, keseimbangan tetap dibutuhkan.

Jangan sampai dalam upaya mengejar tren, kita kehilangan waktu untuk refleksi, berpikir kritis, atau sekadar menikmati momen dunia nyata. Internet memang membuka dunia, tapi tetaplah kita yang menentukan bagaimana cara menavigasinya.

Read More